Jaksa penuntut Umum Hadirkan 3 orang Saksi, Fakta persidangan buktikan gelapnya informasi dan terjadinya diskriminasi hukum.

Jaksa Penuntut Umum Hadirkan 3 Orang Saksi, Fakta Persidangan Buktikan Gelapnya Informasi dan Terjadinya Diskriminasi Hukum.

Suara Rakyat – Pasaman Barat, 3 November 2025, sidang perkara lima petani Kapa yang mengalami tindakan kriminalisasi atas dugaan pelanggaran Pasal 107 huruf a Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan kembali digelar di Ruang Sidang Cakra, Pengadilan Negeri Pasaman Barat. Sidang hari ini masih dengan agenda pembuktian dari Jaksa Penuntut Umum dengan menghadirkan tiga orang saksi fakta, satu orang dari pihak Legal perusahaan (PT PHP I) dan dua orang dari Pemerintahan Nagari, yaitu Wali Nagari dan Kasi Perencanaan.

Dalam proses pemeriksaan saksi berlangsung hampir lima jam yang mengungkap sejumlah fakta bagaimana tidak transparansinya perusahaan dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan. Bukan hanya itu, dalam fakta persidangan juga para saksi tidak mengetahui secara spesifik seperti apa perbuatan yang dilakukan para terdakwa sebagaimana surat yang di dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum.

“Stop Kriminalisasi Terhadap Petani Pejuang Nagari Kapa, Polres Pasbar Harus Hormati Upaya Hukum Yang Sedang Berjalan”

Lebih lanjut, tim kuasa hukum terdakwa juga menyampaikan keberatan terhadap salah satu saksi yang di hadirkan oleh jaksa penuntut umum karena yang bersangkutan merupakan pengacara dari PT PHP yang merangkap juga sebagai Legal PT PHP I. Dalam keterangan saksi lainnya yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum para saksi juga tidak dapat membuktikan bahwa wilayah Nagari Kapa berada dalam areal HGU PT PHP I, bahkan dua orang saksi dari Pemerintahan Kenagarian Kapar yang menjabat sebagai wali nagari dan Kasi Perencanaan padahal telah bekerja sejak 2015 di pemerintahan nagari justru tidak mengetahui tentang HGU PT PHP I. Saat terjadinya konflik, saksi meminta agar PT.PHP I dapat memberikan salinan HGU tersebut, namun selalu dihiraukan. Selain itu saksi yang menjabat sebagai wali nagari tidak pernah memiliki inisiatif untuk menyelesaikan konflik tersebut. Di dalam fakta persidangan, juga dijelaskan bahwa dalam aktivitas yang dilakukan oleh PT.PHP I juga tidak pernah menyampaikan dan mensosialisasikan ataupun memberikan salinan terkait dengan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) PT.PHP I.

Rean Fahmi Septiyan, S.H., Advokat Publik LBH Padang, menilai bahwa terhadap keterangan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum yang berstatus sebagai pengacara PT.PHP I hal ini dinilai menimbulkan konflik kepentingan. Semestinya seorang pengacara terikat untuk menjaga rahasia klien sehingga dipandang tidak objektif serta kemurniannya ketika memberikan keterangannya di persidangan. Pemerintahan kenagarian kapar sendiri tidak pernah menerima salinan HGU maupun AMDAL PT.PHP I, bahkan ketika dimintai oleh Pemerintahan Kenagarian Kapar dokumen tersebut hingga saat ini tidak pernah diberikan.

“Tertutupnya PT.PHP I terhadap dokumen penting seperti HGU dan AMDAL tidak hanya menunjukkan lemahnya transparansi dan prinsip pemerintahan yang baik, tetapi juga menunjukkan adanya pelanggaran HAM terkait hak atas informasi oleh pemerintah dan korporasi” ujarnya

Adrizal selaku Kepala Divisi Advokasi LBH Padang menyampaikan selama proses persidangan digelar di Ruang sidang pengadilan Negeri Pasaman Barat setidaknya telah menghadirkan 7 orang saksi dari jaksa penuntut umum termasuk 2 orang anggota Kepolisian Daerah Sumatera Barat, dalam fakta persidangan kami menilai begitu banyak kejanggalan, Diskriminasi hukum dan pengabaian yang dilakukan oleh negara yang terjadi mulai dari proses penyerahan yang bermasalah, proses aktivitas perusahaan yang dimulai sejak tahun 1997 namun HGU diterbitkan tahun 2014, maupun pengabaian terhadap pelanggaran baik secara hukum maupun HAM perusahaan sehingga meinumbulkan konflik yang berkepanjangan yang bermuara menimbulkan banyaknya persoalan hukum baik secara perdata maupun pidana.

Adrizal juga memandang dalam persidangan begitu terlihat keberpihakan negara kepada Investor/pemodal sebagaimana yang bisa kami lihat dengan hadirnya saksi dari Kepolisian yang melakukan penangkapan secara sewenang-wenang yang diduga menggunakan kekerasan kepada masyarakat yang sedang melakukan aksi perjuangan atas hak atas tanah tanpa melihat dan mendalami terhadap permasalahan yang terjadi, persoalan ini merupakan bentuk kemunduran serius bagi keadilan agraria dan bagaimana hadirnya negara sebagai alat pemukul perjuangan rakyat
“Kami sangat mendambakan kualitas penegakan hukum yang adil, tidak berpihak serta terjaminnya kualitas penegakan hukum dan negara wajib hadir untuk menjamin terpenuhi hak asasi manusia bukan malah sebaliknya menjadi tangan korporasi untuk memukul mundur perjuangan rakyat, sehingga amanat dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 yang mengatakan kepolisian sebagai alat negara yang tugasnya memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat hanyalah angan angan belaka yang tidak akan pernah hadir selama Kepolisian tetap menjalankan bisnis keamanan” tutupnya.