Petani Bidar Alam yang dituduh mencuri di tanah sendiri di Tuntut 8 Bulan Kurungan

Suara Rakyat – Zulkarnaini merupakan pembela HAM di sektor lingkungan hidup yang bekerja sebagai petani, serta mengantungkan hidup pada tanah yang saat ini berkonflik dengan Perusahaan Ranah Andalas Plantation (RAP) yang dituntut 8 bulan oleh Jaksa Penuntut Umum Negeri Solok Selatan atas dugaan Pencurian di Lahan Kebun Kelapa sawit dengan pemberatan. Peristiwa ini bermula dari adanya perjanjian yang terjadi antara Ninik mamak, Tokoh masyarakat, dan para pemilik lahan dengan PT RAP tahun 2007. Dalam proses pembangunan kebun kelapa sawit di Bidar Alam menggunakan skema kemitraan antara pemilik lahan yang diwakili ninik mamak dengan perusahaan dan melakukan bagi hasil 40% untuk pemilik lahan dan 60% bagi perusahaan. Hanya saja lebih dari sepuluh (10) tahun perusahaan tidak pernah merealisasikan isi perjanjian sehingga terjadi demontrasi dan tuntutan hak bertahun-tahun oleh masyarakat sehingga dibuatkan perjanjian kedua antara masyarakat dan perusahaan. Dalam perjanjian tersebut ditahun 2014, menyepakati bahwa dua tahun perusahaan tak mampu mengikuti standar perkebunan sesuai aturan berlaku maka tanah dikembalikan ke masyarakat.

Baca Juga: Terungkap, PT RAP Tidak Memiliki Alas Hak Atas Tanah Selama Ini

Bukan hanya itu dalam proses perkebunan terlalu banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh PT RAP yang di buktikan dengan adanya Surat Peringatan 1, Peringatan II di tahun 2011 sampai pada 1 Oktober 2020 Bupati Solok Selatan mengeluarkan surat pelarangan panen sawit kepada PT. RAP dan pemilik lahan. Hanya saja PT. RAP tetap melakukan panen sehingga mendorong masyarakat juga melakukan panen paksa karena situsi keterdesakan ekonomi sekaligus untuk memperjuangkan HAK yang selam ini tidak pernah di dapatkan hasil perkebunan 40 persen sesuai perjanjian. Akibat adanya pemanen yang dilakukan oleh masyarakat Bidar Alam membawa proses ini ke ranah hukum dalam dugaan tindak pidana pencurian Tandan Buah Sawit yang dilakukan secara bersama-sama.

Baca Juga: Babak Baru Kriminalisasi masyarakat Bidar Alam

Atas situasi ini, Jaksa Penuntut Umum menuntut Terdakwa Zulkarnaini dengan tuntut 8 bulan kurungan penjara dengan alasan pemilik sah dari kelapa sawit adalah PT. RAP dan masyarakat memanen tidak memiliki izin melakukannya dengan Pasal yang digunakan oleh Penuntut Umum adalah Pasal 107 Huruf d UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan junto 55 KUHP atau Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP.

Baca Juga: Audiensi Kasus Konflik Agraria di Nagari Air Bangis dan Bidar Alam ke Komnas HAM

Adrizal selaku Pengacara Publik LBH Padang berpandangan “Dalam konflik yang terjadi antara masyarakat Bidar Alam dengan Perusahaan memiliki hubungan ke-perdataan hal ini dibuktikan dengan adanya perjanjian kedua belah pihak maka di sini berlakulah asas hukum asas Pacta Sunt Servanda yang artinya perjanjian menjadi undang-undang bagi yang membuatnya sehingga sejak 2017 tanah tersebut sudah dikembalikan ke pemilik lahan kembali sebagaimana perjanjian dibuat. Dan di saat masyarakat melakukan panen bersama-sama sebagai bentuk pemulihan hak atas sikap ingkar janji dari PT RAP. Masyarakat telah ditipu lebih dari sepuluh tahun di tipu oleh perusahaan tidak bisa di selesaikan di dalam Konteks Hukum Pidana yang merupakan ultimum remedium atau obat terakhir. Namun, pada kondisi sekarang ini, tak jarang kita lihat hukum pidana bukan lagi menjadi upaya penyelesaian sengketa yang terakhir tetapi Hukum pidana dijadikan upaya menakuti rakyat dengan mengkriminalisasi masyarakat. Motif kriminalisasi digunakan perusahaan untuk melemahkan proses perjuangan rakyat. Hakim harus jeli dan benar-benar tidak takluk pada proses kriminalisasi yang sudah di rencanakan oleh perusahaan yang diamini kepolisian dan kejaksaan.