"Diskusi Publik di Sipora, Mentawai : “Hak-Hak Masyarakat Adat, Khususnya Perlindungan Terhadap Kepercayaan Lokal Mentawai”

“Diskusi Publik di Sipora, Mentawai : “Hak-Hak Masyarakat Adat, Khususnya Perlindungan Terhadap Kepercayaan Lokal Mentawai”

Suara Rakyat – Pengakuan dan Perlindungan terhadap Masyarakat Adat sudah sangat sering digaungkan, adanya Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat (UNDRIP), Konvensi ILO no. 169 tahun 1989 pasal 3, UUD 1945 Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3), Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU/IX/2012 (Putusan MK 35) pada 16 Mei 2013 hasil judicial review terhadap Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan memberikan koreksi fundamental terhadap pengakuan keberadaan Masyarakat Adat beserta hak atas hutan adat di wilayah adatnya. Terdapat dua hal penting yang diatur dalam Putusan MK Nomor 35 yaitu pertama: menegaskan Masyarakat Adat sebagai subjek hukum (penyandang hak) atas wilayah adatnya, dan kedua: Menyatakan bahwa Hutan adat adalah milik masyarakat adat yang berada didalam wilayah adatnya.

Pada November 2017 akhirnya sah Peraturan daerah (Perda) Pengakuan dan Perlindungan Uma sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (PPUMHA). Dalam Diskusi Publik launcing Posko Bantuan Hukum LBH Padang, perwakilan dari pemerintahan daerah menyebutkan sampai dengan saat ini dari total 28 Masyarakat Hukum Adat (MHA) Pemerintahan Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai telah mengeluarkan 17 SK Bupati atas Wilayah Adat sebagai wujud Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat adat dimentawai, namun Tidak hanya sampai disana, masih banyak PR yang musti diseriusi terkait MHA di Kepulauan Mentawai.

“Akses Keadilan Harus Terjamah Bagi Semua Masyarakat: LBH Padang Launching Posko Layanan Bantuan Hukum Gratis di Kabupaten Kepulauan Mentawai”

Hak masyarakat adat yang masih belum sepenuhnya terpenuhi dan dilindungi adalah Hak atas wilayah adat, Hak atas budaya spiritual, hak atas lingkungan hidup dan yang paling utama adalah Hak atas FPIC / Free, Prior, Informed, Consent : FPIC adalah hak masyarakat adat untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap agenda pembangunan apa saja yang direncanakan dan dilaksanakan di atas wilayah adat. Keberadaan Masyarakat Hukum adat atas wilayah adatnya selalu dianggap mengganggu pembangunan, maraknya kepercayaan lain dan atau kepercayaan lokal direpresi dengan alasan yang tidak jelas, dalih misi perluasan agama dengan cara-cara kekerasan seperti membakar rumah ibadah, pelarangan beribadah dan pembatasan akses publik dan lain-lain masih di temukan, pemaksaan harus memilih salah satu agama resmi yang diakui dengan ancaman kekerasan dan atau pembatasan akses adalah langkah mundur dalam sebuah peradaban.

Diskusi Publik yang diadakan oleh LBH padang di Aula Graha Viona pada 11 September 2024 bertemakan Hak-hak hukum masyarakat adat, khususnya perlindungan terhadap kepercayaan lokal Mentawai yang diisi oleh pemantik diskusi Kortanius Sabeleake, S.Pt. selaku Ketua Dewan Pembina Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) pernah menjabat sebagai Wakil Bupati periode 2017-2022 dan Decthree Ranti Putri Advokat Publik LBH Padang.

Pentingnya melindungi kepercayaan lokal Mentawai ini, sesuai dengan yang disampaikan oleh Kortanius Sabeleake, S.Pt. selaku Ketua Dewan Pembina Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) yang mendorong peningkatan kesadaran hukum akan hak-hak Masyarakat Adat Mentawai. Diskusi Publik antara perwakilan organisasi perangkat daerah, perangkat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat Kabupaten Kepulauan Mentawai menjadi ruang penguatan pengawasan untuk menjamin ruang hidup Masyarakat Hukum Adat yang harapannya memberikan perlindungan kearifan lokal dan tradisional serta salah satu cara penyelesaian konflik dalam pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat Mentawai.

Tolak Pemberangusan Ruang Hidup Masyarakat Mentawai

Decthree Ranti Putri, Advokat Publik LBH Padang menyatakan bahwa LBH Padang hadir sebagai organisasi masyarakat sipil yang memiliki visi dan misi terselenggaranya negara demokrasi, mendorong terpenuhinya hak masyarakat minoritas rentan dan seluruh isu pemenuhan hak asasi manusia. Kepercayaan Arat Sabulungan yang mengajarkan agar adanya keseimbangan antara alam dan manusia menjadi catatan kelam bagaimana kepercayaan yang melindungi alam malah diberangus dengan berbagai dalih. Perlu digarisbawahi bahwa aksi-aksi kekerasan atas dasar apapun dan Negara gagal hadir untuk melindunginya adalah bentuk Pelanggaran HAM, ucap Ranti.

Diskusi Publik tentang pentingnya melindungi kepercayaan lokal mentawai bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong pemangku kepentingan lokal akan pentingnya perlindungan dan menjamin akan kebebasan beragama dan hak asasi manusia. Kegiatan Diskusi Publik ini dihadiri oleh pemerintah daerah dan Masyarakat Adat Mentawai, Lembaga Swadaya Masyarat serta akademisi di Kabupaten Kepulauan Mentawai.

#JusticeforAll