Catahu 2024 : Mega-Trust Issue, Sebab Mereka Bersenjata

Tahun 2024, tak jauh beda dari tahun-tahun sebelumnya. Penegakan HAM tetap lemah, berkelindan dengan impunitas dan pembelaan korporasi. Tiap tahun, berganti penguasa namun tak jua penegakan HAM semakin membaik. Kabar pelanggaran HAM dan jatuhnya korban-korban dari rakyat jelata akibat kesewenangan pemerintah tetap terjadi. Tak pilih-pilih, mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten bahkan Pemerintah Nagari yang terkecil berlomba-lomba mempertotonkan pelanggaran HAM. Seolah bangga menjadi penjahat HAM. Tak ada malu-malunya lagi. Lupakan etika dan moral, bahkan norma yang sudah ada saja, bisa dilanggar ataupun dibuat mengikuti selera penguasa. Malangnya.

Semua kesakitan, kepedihan, traumatis dan pengabaian negara bagi korban pelanggaran HAM menjauhkan rasa keadilan di hati rakyat. Bahkan rakyat lebih percaya, kasus mereka wajib viral dulu baru bisa mendapatkan perhatian walaupun belum tentu selesai. Ditambah dengan sikap pencitraan narsistik dari aparatur pemerintahan membuat penegakan HAM jauh dari harapan. 25 tahun sudah negara menjamin penghormatan, pemenuhan dan perlindungan HAM di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Namun implementasi dan aplikasi nol besar. Keberadaan lembaga independen untuk proteksi HAM dan kelompok rentan belum mampu secara signifikan berdampak pada penegakan HAM ataupun pencegahan pelanggaran HAM. Rakyat dan korban tetap marjinal dan terpinggirkan.

Tahun 2024, di Sumatera Barat penuh dengan potret pelanggaran HAM. Setidaknya LBH Padang menangani 24 kasus pelanggaran HAM di Sumatera Barat. Penanganan kasus HAM diwarnai dengan kasus penyiksaan saat Tragedi Kuranji Berdarah yang membuat 21 orang jadi korban dan 1 orang meninggal dunia yakni Afif Maulana, anak berumur 13 tahun. Perubahan trend penyiksaan yang awalnya menyasar orang dewasa bergeser pada menargetkan anak-anak dibawah umur. Penuh gimmick, ancaman bahkan tuduhan trial by the press disematkan kepada keluarga korban. Selain kasus penyiksaan, tahun 2024 LBH Padang juga menangani kasus pelanggaran HAM lainnya. Diantaranya kasus kriminalisasi petani, kasus kekerasan aparat, kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan, mandegnya pencarian buronan kasus kekerasan seksual, kasus PHK tanpa pesangon dan kejahatan lingkungan.

Tahun 2024, menambah korban pelanggaran HAM dari kelompok rentan seperti anak dan perempuan. Penyiksaan anak dan kasus femisida terhadap Nia di Kabupaten Padang Pariaman menjadi tolak ukur yang buruk akan perlindungan HAM di Sumatera Barat. Selain itu, kasus-kasus kejahatan lingkungan yang dilakukan PLTU Ombilin juga belum mendapatkan kejelasan sikap dari pemerintah. Didalam perhelatan internasional dan ruang-ruang rapat pemerintah seolaholah pro terhadap mengurangi emisi untuk mengatasi krisis iklim. Namun tiap kebijakan tetap pro terhadap batubara dan PLTU. Walaupun PLTU Ombilin sejak 2011 telah menyengsarakan rakyat dengan abu batubaranya. Belum lagi, kekerasan terhadap petani Kapa menambah pelik konflik agraria. 200-an petani Kapa kehilangan sumber penghidupan yang sudah mereka reclaim sejak tahun 2019. PT PHP 1 berkolaborasi dengan Kepolisian Daerah Sumatera Barat untuk mengusir rakyat dari sumber kehidupannya. Begitupun yang terjadi di Air Bangis, dibawah kungkungan polisi sejumlah kejahatan menjadi legal dijalankan.

Kasus-kasus HAM yang ditangani oleh LBH Padang, kami mencatat instansi kepolisian menjadi juara pertama di Sumatera Barat yang paling banyak menjadi penjahat HAM. Lalu disusul perusahaan, masyarakat biasa, satpol PP dan pejabat negara. Menunggu mereka akan berubah tentu sama saja layaknya pungguk merindukan bulan.

Atas kesakitan yang dirasakan rakyat kenapa pemerintah berpangku tangan? Negara ini kalah dari penjahat sesaat aparaturnya menjadi penjahat sendiri. Kami akan tetap mengepalkan tangan dan berjuang walaupun hanya setitik harapan yang dijumpai. Hidup korban…

Versi lengkap: Catahu 2024 LBH Padang

 

Salam

Indira Suryani | Direktur LBH Padang