Suara Rakyat – Kamis 10 Oktober 2024, Kepolisian Daerah Sumatera Barat menggelar Sidang Kode Etik Profesi Polri diruangan sidang Komisi Etik Polda Sumbar atas dugaan tidak professional, prosedural dan proporsional serta melampaui kewenangan disaat melakukan pengamanan terhadap anak-anak dan orang dewasa lainnya di Polsek Kuranji pada tanggal 9 Juni 2024 saat melakukan patroli.
Dalam agenda putusan Sidang Komisi Etik Polri kali ini, terhadap salah satu diantara 17 anggota Ditsamapta Polda Sumatera Barat yang terlibat dalam peristiwa dugaan penyiksaan atas nama Aipda. Edi Alamsyah yang menjabat sebagai panit II Ditsamapta Polda Sumbar. Dalam Proses Persidangan yang dilakukan oleh majelis Komisi Etik terhadap Aipda Edi Alamsyah diduga telah melakukan tindakan yang melanggar SOP dan tidak professional proporsinal, procedural serta melampaui kewenangan disaat melakukan pengamanan dengan melakukan penyetruman terhadap para anak yang diamankan di Polsek Kuranji. perbuatan tersebut juga telah diakui oleh Aipda. Edi Alamsyah di ruang persidangan, meskipun yang bersangkutan tetap bersikukuh mengatakan bahwa penyetruman dilakukan atas perlakuan terduga pelaku tawuran menyerang yang bersangkutan dengan senjata tajam, namun faktanya Aipda. Edi Alamsyah menyetrum para korban setelah berhasil diamankan dan dikumpulkan di Polsek Kuranji. Disamping itu Aipda Edi Alamsyah juga meyakinin bahwa penyetruman tersebut rasanya semacam digigit semut saja dan tidak berdampak apapun terhadap korban. Atas perlakuannya yang bersangkutan tidak merasa bersalah dan tidak beritikad baik untuk meminta maaf pada para korban.
Dalam Proses Persidangan Komisi Etik Polri yang dipimpin Oleh Kombes Pol Hidayat Asykuri Ginting S.IK terhadap Aipda Edi Alamsyah telah dijatuhi Putusan Komisi Etik dengan Nomor Putusan PUT/30/X/2024 dengan amar Putusannya sebagai berikut:
1. Terbukti Secara Sah melakukan Pelanggaran Etik
2. Pelaku Pelanggar adalah perbuatan tercela
3. Pelanggar memiliki kewajiban meminta maaf secara lisan di depan persidangan dan tertulis kepada instansi Polri dan Orang yang dirugikan
4. Pelanggar wajib melakukan Pembinaan Rohani selama 1 bulan
5. Pelanggar dilakukan Mutasi demosi selam 1 tahun
6. Pelanggar dilakukan penempatan khusus paling lama 30 hari masa kerja
Dengan demikian, kami memandang terkait dugaan penyiksaan yang dilakukan oleh Aipda. Edi Alamsyah tidak hanya berbicara pelanggaran terhadap etik atau kedisiplinan saja, akan tetapi apa yang dilakukannya selaku anggota Kepolisian Republik Indonesia merupakan Pelanggaran HAM serta kejahatan yang luar biasa terhadap anak, sehingga bertentangan dengan Pasal 66 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan “bahwa setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penyiksaan, atau penjatuhan penghukuman yang tidak manusiawi” serta bertentangan dengan Pasal 30 ayat (4) Undang Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan Pidana Anak dijelaskan bahwa “Penangkapan terhadap Anak wajib dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya”.
Apalagi yang bersangkutan merupakan atasan dari seluruh tim patroli pada malam itu yang seharusnya memberikan contoh baik dan kerja-kerja profesional sesuai SOP dan kode etik yang berlaku kepada para anggotanya.
Atas situasi itu, kami mendesak Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat untuk mengambil sikap tegas, bukan hanya berbicara terkait pelanggaran etik, tetapi juga memproses dengan ketentuan hukum pidana serta perundang-undangan yang berlaku.
#StopPenyiksaan
#PolisiBukanTuhan
#JagaKawaldanLawan