Suara Rakyat – Di dalam penegakan hukum seringkali dicemari dengan pelanggaran HAM yang menciderai kualitas penegakan hukum di negara Indonesia. Pelanggaran HAM yang seringkali terjadi berupa tindakan penyiksaan yang dimulai di tingkat penyelidikan dan penyidikan yang menjadi wewenang kepolisian. Praktik penyiksaan di Indonesia kerap menjadi sorotan publik yang ditenggarai untuk mencapai pengakuan tersangka yang mempermudah proses pembuatan berita acara pemeriksaan (BAP). Alibi kepolisian melakukan penyiksaan diantaranya untuk menjamin kepastian hukum segera bagi korban, adanya perlawanan dari tersangka dan penghukuman dari kepolisian.
Dalam proses hukum, tujuan hukum untuk memberikan kepastian hukum bukan saja ditujukan untuk perlindungan bagi korban namun juga melindungi kepentingan tertuduh / pelaku dari penghukuman yang sesat serta penegakan hukum yang tidak manusiawi. Perlindungan atas hukum yang manusiawi tidak hanya dijamin oleh undang-undang namun juga dijamin oleh Pancasila yakni sila kedua yang berbunyi “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Kehadiran regulasi dan norma yang tegas masih saja terdapat ketidakpatuhan atas norma yang ada sehingga masifnya pelanggaran atas hak bebas dari penyiksaan di kepolisian. Padahal didalam Pasal Kovenan Sipil dan Politik, Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 setelah amandemen dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Tak hanya itu, konteks penyiksaan juga diatur oleh UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Tortureand Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia). Kemudian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) juga secara tegas mengatur bahwa tidak seorang pun boleh dikenai siksaan. Bahkan, Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia secara tegas menempatkan hak untuk tidak disiksa sebagai bagian dari HAM yang tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun (non-derogable rights). Pemaknaan tidak dapat dibatasi dalam keadaan apapun dimaknai termasuk dalam keadaan perang, sengketa bersenjata, dan/atau keadaan darurat.
Bukan tanpa sebab, tidak komprehensifnya kebijakan anti penyiksaan yang diamanatkan pada negara menyebabkan aturan hukum yang di paksa mengakomodir tindak penyiksaan hanya menjadi sarana ruang impunitas bagi pelaku bagi para pelaku sedangkankan upaya untuk mencegah ruangan terjadinya penyiksaan luput dari perhatian institusi kontrol eksternal para aparat penegak hukum. di satu sisi, korban sulit untuk mendapatkan keadilan dalam proses penegakan hukum baik secara litigasi maupun non litigasi dengan durasi yang Panjang dan peluang keberhasilan yang minim. Maka dengan itu dikarenakan masifnya praktik-praktik penyiksaan di Sumatera Barat dan sulitnya untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum, kami dari masyarakat sipil Sumatera Barat yang terdiri dari beberapa Jaringan masyarakat sipil Sumatera Barat dan elemen mahasiwa yang tergabung dalam Koalisi Anti Penyiksaan melakukan Aksi Panggung Perlawanan Rakyat.
Maka dari itu kami dari Koalisi Anti Penyiksaan mendesak:
- Negara Republik Indonesia dalam hal ini pemerintah untuk segra meratifikasi Protokol Opsional untuk Konvensi Menentang Penyiksaan (Optional Protocol Convention Against Torture) serta membuat aturan turunannya sebagai bentuk komitmen negara dalam membangun sistem dan regulasi pencegahan tindakan penyiksaan dan menjamin agarmasyarakat untuk bebas dari penyiksaan.
- Negara Republik Indonesia dalam hal ini pemerintah untuk segera membuat mekanisme penghukuman terhadap pelaku atau aparat penegak hukum yang melakukan Tindakan penyiksaan, sebagai jaminan kepada masyarakat.
- Presiden RI, Kapolri dan semua Lembaga negara yang berwenang untuk turut memantau dan memastikan agar proses hukum dalam semua dugaan penyiksaan dan kekerasan lainnya dapat berjalan secara objektif, professional dan transparan.
- Kepolisian Daerah Sumatera Barat untuk mengusut tuntas semua kasus dugaan tindak penyiksaan yang ada di Sumatera Barat secara Objektif dan Profesional, serta menindak tegas setiap pelaku yang terbukti melakukan penyiksaan dan melanggar prosedur, baik secara pidana maupun etik, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Kepolisian Daerah Sumatera Barat untuk berkomitmen dalam melawan segala bentuk tindak penyiksaan, dan melakukan tindakan-tindakan preventif dan progresif untuk memastikan tindakan penyiksaan atau tindakan melanggar hukum lainnya tidak Kembali terulang baik secara fisik maupun psikologis.
- Mengajak kepada semua elemen masyarakat untuk terus aktif menyuarakan semangat konvensi menentang praktik penyiksaan dan berani menempuh upaya hukum untuk mencegah serta menindak pelaku tindak penyiksaan.
Sudah saatnya polisi kita melindungi HAM, beradab dan berperikemanusiaan. Jangan sampai polisi kita menjadi penjahat berseragam. Selamat hari anti penyiksaan. Perjuangan korban masih panjang.