LBH Padang Laporkan Kasus Alde Maulana dan
Konflik Agraria di Bidar Alam ke Kantor Staf Presiden

Kamis (27/05/21), LBH Padang memenuhi undangan pertemuan “KSP Mendengar Sumatera Barat” yang diagendakan oleh Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, bertempat di Hotel Mercure, Padang. Pada pertemuan tersebut, LBH Padang melaporkan 2 (dua) kasus secara langsung kepada Deputi IV Kantor Staf Presiden. Kasus yang dilaporkan yakni, kasus dugaan diskriminasi penerimaan CPNS terhadap disabilitas di Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang dialami Alde Maulana dan Kasus Sengketa Tanah Perkebunan Kelapa Sawit antara masyarakat petani Nagari Bidar Alam dan Ranah Pantai Cermin dengan PT. Ranah Andalas Plantation (PT. RAP).

LBH Padang menerima pengaduan Alde Maulana dan kasus konflik perkebunan sawit di Kenagarian Bidar Alam dan Ranah Pantai Cermin sejak tahun 2020. Alde Maulana merupakan penyandang disabilitas, korban diskriminasi penerimaan CPNS di lingkungan BPK RI. Telah setahun lebih Alde Maulana berjuang mencari keadilan atas kasus yang menimpanya. Disabilitas Alde disebabkan stroke dan collling anevrisma pada 2015. Mata kirinya buta 50 persen, sementara tangan dan kakinya mengalami lumpuh layu. Pada 2018 Alde Maulana mendaftar CPNS BPK RI dengan jenis formasi Penyandang Disabilitas. Setelah menjalani rangkaian seleksi pada Januari 2019, Alde dinyatakan lulus dan mengangkat menjadi CPNS dengan golongan III/A.

Namun, dua bulan kemudian ketika Alde mengikuti Diklat Orientasi ke-BPK-an angkatan V selama 55 jam pelajaran di Medan, Sumatera Utara yang di gelar pada 11-19 Maret 2019, Alde ikut serta di wajibkan mengikuti setiap acara mulai dari apel pagi, belajar dikelas, hingga apel sore seperti peserta normal lainnya maupun penyandang disabilitas. Kegiatan yang menguras tenaga ini tentu tidak sesuai dengan kapasitas tenaga Alde Maulana sebagai penyandang disabilitas (yang tidak bisa diperlakukan sama dengan non-disabilitas), hingga akibat hal ini Alde jatuh sakit sampai mengalami kejang-kejang.

Setelah Diklat Orientasi Alde tetap mengkuti segala urusan kerja sebagaimana biasa. Namun, tiba-tiba Alde diminta melakukan medical check up di RSPAD Gatot Subroto Jakarta sebanyak dua kali, alhasil Alde dinyatakan belum membutuhkan pengobatan/perawatan karena menderita pembengkakan jantung. Hasil ini tidak membuat Alde, patah arang dalam semnagat pembuktian dalam perjuangan bahwa Alde sanggup menjalani aktivitas pekerjaan, BPK RI mengeluarkan surat pernyataan pemberhentian dengan hormat Alde Maulana sebagai CPNS.

Selanjutnya, dalam keterpurukan atas diskriminasi yang dialaminya Alde bersama LBH Padang beserta jaringan yang mendukung, terus berupaya mencari kebenaran tentang kesehatannya. Dia kembali melakukan medical check up di RSUP DR M Djamil Padang, dari hasil pemeriksaan dinyatakan bahwa Alde memenuhi syarat untuk bekerja secara normal. Hal ini sangat kontradiktif dengan pemeriksaan yang difasilitasi BPK RI.

Beginilah kisah seorang penyandaang disabilitas Alde Maulana mencari keadilan, kali ini pertemuan dengan KSP, Alde Maulana akan unjuk keberanian menuntut segala kebenaran dan haknya sebagai manusia yang berdaulat.

“Pulihkan dan kembalikan hak atas pekerjaan saya Hentikan segala diskriminasi terhadap penyandang disabilitas. Jangan ada lagi korban seperti saya. Mestinya negara juga ikut serta menjamin inklusivitas bagi kami disabilitas, seperti yang dijanjikan oleh bapak presiden”, ucap Alde Maulana dengan semangat keadilan.

Lain Alde Maulana, lain pula sengketa tanah yang dialami Masyarakat Nagari Bidar Alam dan Ranah Pantai Cermin dengan PT RAP. Namun dimensi kedua kasus memiliki kesamaan yakni wujud nyata atas ketidakadilan dan  peminggiran atas martabat kemanusiaan.

Nagari Bidar Alam yang terletak di Solok Selatan, sebuah kabupaten kerap diidentikan dengan wajah eksotik “Nagari Seribu Rumah Gadang” nyatanya menyimpan borok dan tragedi atas nasib rakyat yang dipinggirkan oleh keberadaan (perusahaan) perkebunan kelapa sawit swasta berskala besar yang tidak adil, memiskinkan, dan menindas ratusan masyarakat petani setempat. Keberadaan perkebunan yang semestinya menghadirkan kesejahteraan, namun justru menjadi bencana yang menimbulkan pemiskinan dan penderitaan panjang bagi masyarakat.

Lebih dari 14 (lima belas) tahun masyarakat yang lahannya digunakan untuk perkebunan oleh perusahaan tidak kunjung mendapatkan haknya. Padahal, melalui perjanjian kerjasama antara masyarakat dan perusahaan pada Maret 2007, disepakati pembagian hasil 60% : 40%, namun tidak sekalipun pihak perusahaan menunaikan kewajibannya untuk memberikan hak kepada masyarakat. Berbagai pelanggaran lainnya juga telah dilakukan oleh perusahaan. Misalnya, tidak mampu menyelesaikan permasalahan tanah dengan masyarakat, tidak menunjukan itikad baik dengan menunggak pajak bumi dan bangunan sektor perkebunan, membangkang terhadap Surat Bupati Solsel Nomor: 500/181/DPMPTSP/X-2020 Perihal: pelarangan panen sawit namun perusahaan tetap melakukan panen, IUPerkebunan yang masih bermasalah dengan pemilik lahan di beberapa nagari, dan melanggar sejumlah ketentuan lainnya.

Berbagai bentuk pelanggaran ini makin terkonfirmasi dengan terbitnya Surat Bupati Solsel Nomor: 578/196/DPMPTSP/X-2020, tertanggal 26 Oktober 2020, perihal Peringatan III (tiga) yang mengharuskan segala aktivitas PT. RAP untuk dihentikan sementara. Sebelumnya, melalui Surat Bupati Solok Selatan Nomor 525/156/DPMPTSP/VIII-2020 tertanggal 28 Agustus 2020 perihal: Penegasan Tentang Izin Lokasi PT. Ranah Andalas Plantation Nomor: 121/BUP-2005 Tanggal 29 Juli 2005 Tidak Berlaku Lagi,  telah sangat tegas dinyatakan bahwa izin lokasi PT. RAP seluas 14.600 (empat belas ribu enam ratus) di Kecamatan Sangir Jujuan dan Sangir Batang Hari tidak berlaku lagi.

Setelah menyampaikkan dua kasus tersebut, KSP yang diwakili oleh Masudi Marsidi dari Deputi V menanggapi bahwa kedua kasus tersebut akan ditindak lanjuti dan segera dicarikan jalan keluarnya. LBH Padang berharap kedua kasus yang disampaikan tersebut dapat diselesaikan dengan sesegera mungkin, agar pencari keadilan dapat menemukan keadilan dan mendapatkan haknya. Pertemuan yang dimulai pada 14.30 WIB yang mengundang sejumlah organisasi tersebut, berakhir sekira pukul 18.00 WIB.