Suara Rakyat – Selasa 5 Desember 2022, Dalam memperingati 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan. Jaringan Peduli Perempuan (JPP) Sumbar melakukan aksi di depan Pengadilan Negeri Padang. Aksi ini dihadiri oleh puluhan aktivis masyarakat sipil Sumatera Barat.
Aksi ini di tenggarai karena Hakim-hakim di Pengadilan Negeri Padang belum bersikap Inklusif yang jauh dari aspek pemulihan korban. Pengadilan Negeri Padang pernah mewujudkan proses peradilan yang berpihak kepada perempuan korban kekerasan fisik, seksual dan kekerasan lainnya. Namun seiring waktu, Hakim-hakim Pengadilan Negeri Padang jauh merosot dalam hal keberpihakan kepada perempuan korban kekerasan baik bagi korban anak perempuan maupun perempuan dewasa.
Biasanya hal ini terjadi saat pemeriksaan korban di dalam persidangan yang melontarkan pernyataan berbau menyudutkan dan menyalahkan korban. Akibatnya pasca pemeriksaan korban di pengadilan menghasilkan trauma baru bagi korban yang sulit untuk bangkit dari rasa sakit akibat dampak kekerasan.
Baca juga: Zero Tolerance, Bagi Pelaku Persekusi Perempuan Di Pesisir Selatan
Direktur Women Crisis Center – Nurani Perempuan Rahmi Merry Yenti menyatakan “Dalam 3 tahun terakhir, kami pendamping korban melihat dengan nyata sikap dan perkataan yang tidak pro korban”.
lebih lanjut, Di antaranya kami pernah mendapati Hakim memarahi ibu perempuan korban kekerasan seksual dengan mengatakan “kenapa si anak tidak dinikahkan saja agar tidak terjadi kekerasan ini”. Padahal saat itu umur anak baru 15 tahun.
Baru-baru ini, Hakim tidak mempercayai kesaksian dari korban kekerasan seksual (16 tahun) atas pernyataan terkait tindakan kekerasan seksual yang dialaminya. Bahkan Hakim menanyakan kenapa korban, kenapa pasca mendapatkan kekerasan korban tetap kembali ke rumah pelaku yang merupakan tempat bernaungnya. Hakim mengatakan anak korban tidak trauma atas kejadian itu.
Baca juga: Terungkap, PT RAP Tidak Memiliki Alas Hak Atas Tanah Selama Ini
Padahal situasinya, korban yang masih anak-anak berkali-kali datang ke Psikolog untuk memulihkan dirinya yang dibantu oleh pendamping. Andai saja Hakim tahu korban merupakan yatim-piatu yang sudah bertahun-tahun hidup mandiri dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun dalam perspektif kami, kata-kata dan sikap itu sesungguhnya haruslah tidak terjadi di Pengadilan Negeri Padang, jika Hakim benar-benar memahami apa yang termaktub di dalam PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang Perempuan Berhadapan Dengan Hukum.
Di dalam pasal 4 PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang Perempuan Berhadapan Dengan Hukum, Hakim dalam persidangan harus mempertimbangkan kesetaraan gender dan non diskriminasi dengan menggali fakta-fakta persidangan. Pertama ketidak setaraan status sosial antara para pihak yang berperkara wajib digali. Kedua, hakim harus menggali ketidaksetaraan perlindungan hukum yang berdampak pada akses keadilan, diskriminasi, dampak psikis yang dialami korban. Ketiga, hakim juga wajib menggali ketidakberdayaan fisik, psikis korban, relasi kuasa yang mengakibatkan korban atau saksi tidak berdaya. Keempat, hakim wajib menggali riwayat kekerasan dari pelaku terhadap korban atau saksi. Di dalam Pasal 5 PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang Perempuan Berhadapan Dengan Hukum Hakim dilarang:
- Menunjukan sikap atau mengeluarkan pernyataan yang merendahkan, menyalahkan dan atau mengintimidasi Perempuan Berhadapan dengan Hukum;
- Membenarkan terjadinya Diskriminasi Terhadap Perempuan dengan menggunakan kebuadayaan, aturan adat, dan praktik tradisional lainnya maupun menggunakan penafsiran ahli yang bias Gender;
- Mempertanyakan dan atau mempertimbangkan mengenai pengalaman atau latar belakang seksualitas korban sebagai dasar untuk membebaskan pelaku atau meringankan hukuman pelaku; dan
- Mengeluarkan pernyataan atau pandangan yang mengandung Stereotip Gender.
Menurut Indira Suryani Direktur LBH Padang “pada aksi ini kami mengangkat simbol kartu merah untuk Pengadilan Negeri Padang. Hal ini kami maksudkan agar Hakim-hakim di Pengadilan Negeri Padang berhenti melakukan tindakan stigma, stereotip, dan menyalahkan korban. Dalam mengadili kasus-kasus Perempuan Korban Kekerasan Fisik, Psikis, dan Seksual hakim harus melindungi korban.
Kami mendesak Hakim-hakim Pengadilan Negeri Padang untuk memahami dan mengimplementasikan PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang Perempuan Berhadapan Dengan Hukum. Sesungguhnya Pengadilan yang inklusif dan melindungi Korban adalah obat mujarab bagi pemulihan Korban. Hidup Korban.