Cabut Undang-Undang Minerba

Masa pandemi Covid-19 dimanfaatkan oleh negara untuk menggolkan regulasi yang merugikan kepentingan rakyat.  Pengesahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara merugikan warga sekitar tambang, ruang hidup rakyat, lingkungan dan masa depan anak cucu nantinya. Aktivitas pertambangan di Indonesia acapkali mencatatkan sejarah perampasan ruang hidup rakyat, pelanggaran hak-hak rakyat, kriminalisasi rakyat, merusak serta mencemari lingkungan tanpa adanya proses pemulihan yang berarti. Diatas itu semua terdapat segerombolan kelompok yang berbahagia dan berfoya-foya diatas derita dan darah rakyat menetes dalam memperjuangkan hak-haknya.

Oleh sebab itu, berbagai elemen masyarakat sipil menolak dengan tegas pengesahan  Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Penolakan ini didasari dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 merupakan produk hukum yang gagal dan illegal karena disahkan tanpa partisipasi dan kedauluatan rakyat dan tidak mempertimbangkan keselamatan rakyat. Hal ini disampaikan didalam putusan Sidang Rakyat  Revisi UU Minerba pada 1 Juni 2020. Putusan sidang rakyat ini dijalankan oleh masyarakat sipil untuk mengajukan Judicial Review Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diregistrasi oleh Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Perkara : 37/PUU-XIX/2021 yang akan memulai persidangan pada 9 Agustus 2021 mendatang. Terdapat 4 alasan pengajuan Judicial Review ini sebagai berikut :

  1. Sentralisasi penguasaan Mineral dan Batubara yang menyebabkan akses masyarakat untuk memperjuangkan hak-haknya dan kontrol masyarakat terhadap penguasaan pertambangan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat  menjadi lebih sulit;
  2. Perpanjangan otomatis Kontrak Karya dan PKP2B mengabaika proses evaluasi dan menghilangkan pastisipasi masyarakat terdampak dalam pengambilan keputusan;
  3. Tidak adanya perubahan pemanfaatan ruang untuk wilayah pertambangan yang akan menganggu daya dukung dan daya tampung lingkungan yang sudah terlampaui ditakutkan akan berdampak pada bencana alam akibat eksploitasi berlebihan;
  4. Pasal kriminalisasi masyarakat yang merintangi atau menganggu kegiatan usaha pertambangan yang berpotensi pasal karet untuk menbungkam perjuangan masyarakat di sekitar tambang yang terampas ruang hidupnya.

Alasan pemohonan Judicial Review Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor: 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara melanggar PAsal 28 D ayat (1), Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 28 C ayat (2) UUD 1934 pasca amandemen terkait perlakuan yang sama dihadapan hukum, hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat dan hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif. 

LBH Padang menjadi salah satu lembaga yang bersolidaritas dan menjadi kuasa hukum atas perjuangan masyarakat sekitar tambang di berbagai belahan Indonesia. Hari ini kami, bersolidaritas melakukan aksi di Sawahlunto di beberapa lokasi penambangan batubara yang meninggalkan kerusakan dan racun-racun bagi kehidupan masa mendatang. Perwakilan peserta aksi, Diki Rafiqi menuturkan kami membentangkan spanduk yang berisikan Cabut UU Minerba di lubang tambang, tambang aktif dan bekas penambangan lainya di beberapa titik di Kota Sawahlunto. Diki menuturkan sampai kapan rakyat harus menunggu tanah dan air dipulihkan kembali oleh aktivitas pertambangan yang merusak ini. Sampai kapan pemerintah mau serius dan sungguh-sungguh untuk memaksa perusahaan tambang melakukan pemulihan lingkungan berupa reklamasi dan pascatambang. Bukan malah membuat aturan yang semakin menyengsarakan kehidupan rakyat dan lingkungan akibat aktivitas tambang yang merusak dan rakus lahan. Sesungguhnya keselamatan rakyat dan kehidupan masa depan adalah hukum yang mesti dibuat bukan malah sebaliknya ujarnya.