INDONESIA BUTUH POLISI YANG PRESISI BUKAN POLISI PELAKU EXTRA JUDICIAL KILLING

INDONESIA BUTUH POLISI YANG  PRESISI BUKAN POLISI PELAKU EXTRA JUDICIAL KILLING

Suara rakyat – Di dalam penegakan hukum seringkali dicemari dengan pelanggaran HAM yang menciderai kualitas penegakan hukum di negara Indonesia. Pelanggaran HAM yang seringkali terjadi berupa tindakan penyiksaan yang dimulai di tingkat penyelidikan dan penyidikan yang menjadi wewenang kepolisian. Penyelidikan atau penyidikan dengan penyiksaan ditenggarai untuk mencapai pengakuan tersangka yang mempermudah proses pembuatan berita acara pemeriksaan (BAP). Alibi kepolisian melakukan penyiksaan diantaranya untuk menjamin kepastian hukum segera bagi korban, adanya perlawanan dari tersangka dan penghukuman dari kepolisian.

Dalam proses hukum pidana, tujuan hukum untuk memberikan kepastian hukum bukan saja ditujukan untuk perlindungan bagi korban namun juga melindungi kepentingan tertuduh/pelaku dari penghukuman yang sesat serta penegakan hukum yang tidak manusiawi. Perlindungan atas hukum yang manusiawi dijamin oleh Pancasila yakni sila kedua yang berbunyi “kemanusiaan yang adil dan beradab” dan berbagai aturan perundang-undangan lainnya. Meskipun sudah adanya aturan yang tegas agar proses hukum tidak dicemari penyiksaan dan extra judicial killing namun tetap saja praktik-praktik extra judicial killing dalam proses penegakan hukum masih terjadi di Sumatera Barat.

Akankah GA korban Extra Judicial Killing dapat keadilan yang sesungguhnya?

Proses penangkapan alm. Ganti Akmal oleh anggota Kepolisian Resor Agam dapat menjadi contoh dugaan extra ordinary killing. Ganti Akmal awalnya diduga melakukan eksploitasi  seksual terhadap anak pada tanggal 9 Maret 2022, Ganti Akmal ditangkap oleh Kepolisian Resor Agam di pondok kebun tempat dia bekerja  sekira pukul 15.00 WIB. Dalam proses penangkapan, diduga kuat terjadinya tindakan penyiksaan yang menyebabkan luka-luka pada tubuh, lebam dibagian kepala dan wajah, pergelangan tangan diduga patah, pendarahan di telinga dan luka memar di bagian kepala. Korban berujung pada kematian yang terjadi diluar proses hukum/putusan pengadilan (extra judicial killing)  Saat penangkapan terjadi, terdapat 4 (empat) orang anggota Kepolisian Resor Agam yang akan menangkap Ganti Akmal.

Pada pukul 18.00 WIB, beberapa anggota kepolisian mengantarkan surat perintah penangkapan dengan Surat Nomor SP.KAP/08/III/2022/Reskrim tanggal 09 Maret 2022 sekaligus meminta surat KIS/BPJS Ganti Akmal pada keluarganya. Sekira pukul 20.00  WIB, keluarga Ganti Akmal diminta ke RSUD Lubuk Basung oleh salah satu anggota kepolisian  untuk melihat keadaan Ganti Akmal dan sesampainya di rumah sakit tersebut pihak rumah sakit mengatakan kepada keluarga bahwa Ganti Akmal sudah dibawa  ke rumah sakit M. Djamil Padang sehingga pihak keluarga tidak bertemu dengan Ganti Akmal. Keluarga  memutuskan pulang ke rumahnya. Sekira pukul 23.00 WIB, beberapa personel rumah sakit dan polisi mengantarkan Ganti Akmal ke rumah kediaman  beralamat di Cumateh, Jorong V Sungai Jaring, Kelurahan Lubuk Basung, Kecamatan Lubuk Basung,  Provinsi Sumatera Barat, dalam keadaan sudah meninggal dunia.

Diduga Melanggar HAM, LBH Padang Pertanyakan Sebab Kematian Ganti Akmal

Bahwa terkait dengan adanya kejanggalan berupa dugaan penyiksaan yang berujung pada kematian yang terjadi diluar proses hukum/putusan pengadilan (extra judicial killing) keluarga telah melaporkannya kepada Kepolisian Resor Agam dengan Surat  Tanda Terima Laporan Nomor: STTL/55/III/2022-Spkt Res. Agam tanggal 10 Maret 2022, karena khawatir proses hukum berjalan tidak efektif, Pelapor melalui LBH Padang mendesak Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat melalui Surat Nomor: 46/SK-E/LBH-PDG/III/2022 tanggal 31 Maret perihal Desakan Pengambilalihan Kasus agar Kepolisian Daerah Sumatera Barat mengambilalih kasus yang sebelumnya telah dilaporkan kepada Kepolisian Resor Agam.

Tanggal 7 April 2022, akhirnya menerima pelimpahan kasus dan melakukan penyidikan oleh Penyidik Subdit 1 Diskrimum Polda Sumbar. hanya saja dalam penanganan kasus kami menemukan adanya ketidak professional Penyidik dalam melakukan proses penegakan hukum hal ini dibuktikan dengan dihentikan proses penyidikan dalam kasus penyiksaan yang berujung kepada kematian dengan alasan tidak cukup bukti.

Fakta-Fakta Hukum

  • Pada tanggal 7 April 2022, Kepolisian Daerah Sumatera Barat telah menerima pelimpahan kasus sebagaimana surat Nomor: B/162/IV/2022/Ditreskrimum Sbr
  • Pada tanggal 18 Mei 2022, Kepolisian Daerah Sumatera Barat telah mengirimkan Surat Nomor: B/219/V/2022/Ditreskrimun Sbr yang menjelaskan perkara yang dilaporkan masih dalam proses penyidikan oleh penyidik Subdit 1 Ditreskrimum Polda Sumbar dan telah melakukan pemeriksaan saksi-saksi serta telah dilakukan penyitaan barang buktI
  • Pada tanggal 3 Juni 2022, Kepolisian Daerah Sumatera Barat  telah mengirimkan Surat Nomor: B/237/VI/2022/Direskrimun Sbr yang menjelaskan penyidik/penyidik pembantu Subdit 1 Ditreskrimum Polda Sumbar dalam melakukan penyidikan sudah melakukan gelar perkara dan menetapkan tersangka;
  • Pada tanggal 18 Oktober 2023, Kepolisian Daerah Sumatera Barat mengeluarkan Surat B/868/X/RES.1.6/2023/Dit Reskrimum tanggal 18 Oktober 2023 yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat selaku Jaksa Penuntut Umum diketahui Kepolisian Daerah Sumatera Barat telah melakukan penghentian penyidikan atas alasan tidak cukup bukti dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: SPPP/106/X/RES.1.6/2023/Dit Reskrimum tanggal 18 Oktober 2023. Di dalam surat tersebut, Kepolisian Daerah Sumatera Barat mengemukakan Tersangka Perkara dimaksud adalah Hendri Adha Pgl Hendri sudah dihentikan penyidikan kasusnya
  • Berdasarkan surat dari Komnas HAM RI Perwakilan Sumatera Barat Surat Nomor 11/PM.00.00/3.5.2/III/2024, bahwa terhadap Alm. Ganti Akmal telah visium et repertum dan dari hasil Visum Nomor 21/YAN/RM/VER/III/2022 tanggal 9 Maret 2022 diketahui bahwa penyebab kematian alm. Ganti Akmal akibat benda tumpul.

Adrizal selaku penanggung jawab isu Fair Trial LBH Padang sangat menyayangkan terkait tindakan Kepolisian Daerah Sumatera Barat menghentikan penyidikan kasus penyiksaan yang berujung kepada kematian. Dengan dihentikan kasus ini kami memandang bentuk ketidak profesionalitas peyidik dalam melakukan proses penegakan hukum apalagi dalam kasu ini sudah dilakukan penetapan tersangka yang mana kita ketahui dalam proses penetapan tersangka tentu harus berdasarkan minimal terdapat 2 alat bukti sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP kemudian di telah disempurnakan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:21/PUU-XII/2014.

Kemudian saya menduga ini merupakan suatu perlindungan korps yang tersistematis dan terencana untuk menciptakan impunitas bagi polisi yang melakukan kejahatan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, maka dari itu, kami mengecam serta mendesak:

  • LBH Padang mengecam segala bentuk tindakan penegakan hukum yang dilakukan dengan cara melanggar hukum dan mengabaikan HAM
  • LBH Padang memandang terkait dengan penghentian penyidikan adalah salah satu bentuk ketidakprofesinal aparat penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian Daerah Sumatera Barat dalam mewujudkan keadilan dan kepastian hukum
  • Mendesak polda Sumbar untuk melakukan evaluasi besar besaran terhadap seluruh jajaran kepolisian Sumbar untuk melakukan tindakan preventif secara efektif untuk memastikan kasus penyiksaan tidak terjadi lagi di Sumbar, serta melakukan evaluasi mekanisme penyidikan dalam kasus-kasus pelanggaran HAM yang diduga pelakunya dari oknum kepolisian.
  • Mendesak Komnas HAM RI maupun perwakilan Sumbar, Kompolnas supaya aktif memantau dan memastikan setiap proses hukum dalam kasus kasus pelanggaran ham yang dilakukan oleh aparat pengak hukum agar setiap proses hukum berjalan secara Objektif, profesional dan transparan