LBH Padang Duga Minim Partisipasi Publik dalam Penyusunan RTRW Provinsi Sumatera Barat 2023-2043

LBH Padang Duga Minim Partisipasi Publik dalam Penyusunan RTRW Provinsi Sumatera Barat 2023-2043

Persoalan tata ruang dan wilayah merupakan permasalahan yang serius pada saat ini. Senada dengan Catahu LBH Padang tahun 2022, di Sumatera Barat masih terus terjadi konflik agraria antara petani atau masyarakat adat dengan perusahaan atau negara. Terdapat 13 titik konflik agraria dengan seluas 11.930 Hektare dan tersebar di 7 Kabupaten di Sumatera Barat pada tahun 2022 ini. Tipologi konflik agraria yang sedang terjadi di Sumatera Barat antaranya: Pertambangan, Perkebunan, Ibukota Kabupaten, Proyek Strategi Nasional, dan Kehutanan.

Konflik agraria yang terjadi tidak lepas dari pertentangan ruang hidup yang terjadi. Penetapan kawasan seperti pertambangan dan kehutanan yang tidak adanya partisipasi masyarakat merupakan titik awal terjadinya konflik-konflik ruang hidup. Masuknya investasi kedalam suatu daerah mesti harus berdasarkan dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Oleh karena itu, sedari awal untuk menghindarkan konflik yang mungkin akan terjadi, dalam penyusunan RTRW harusnya melibatkan masyarakat.

Seirama dengan itu, pada tahun 2023 ini Provinsi Sumatera Barat akan melakukan revisi Perda No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2032 dan Perda No. 2 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sumatera Barat Tahun 2018-2038 yang disatukan menjadi Ranperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2023-2043. Hingga pada saat ini pembahasan ranperda RTRW sudah masuk ke tahap pembahasan subtansi dengan Kementerian ATR/BPN pada 26 Desember 2022 lalu.

Pada saat ini terdapat permasalahan dalam penyusunan Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2023-2043. Permasalahan yang dimaksud ialah terkait partisipasi publik dalam pembuatan Ranperda tersebut. LBH Padang menduga bahwa tidak ada partisipasi publik yang jelas dalam penyusunan RTRW ini. Apalagi hingga saat ini naskah akademik, Ranperda, Materi Teknis dan lainya tidak bisa diakses oleh publik.

Menurut Diki Rafiqi Kepala Bidang Sumber Daya Alam LBH Padang “bagaimana publik akan berpartisipasi dalam Ranperda tersebut, sedangkan dokumen yang akan dibahas itu tidak diketahui publik dan tidak terbuka untuk umum. Padahal ini merupakan prasyarat utama dalam pembentukan peraturan perundang-undangan”.

Pada Pasal 96 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022 menjelaskan bahwa Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Naskah Akademik dan/atau Rancangan Peraturan Perundang-undangan, dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Dengan kondisi demikian, tentunya Ranperda RTRW 2023-2043 tidak mentaati  Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022 terkait peran serta masyarakat yang dimana naskah akademik dan rancangannya tidak dapat diakses oleh publik.

 Geothermal Gunung Talang

Berdasarkan Ranperda RTRW 2023-2043 terdapat 16 isu strategis yang masuk dalam pembahasan salah satunya terkait ketenagalistrikan. Dimana Ranperda RTRW 2023-2043 memasukkan lagi rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Geothermal Gunung Talang Kabupaten Solok. Padahal semenjak tahun 2017 sudah terjadi penolakan yang cukup tinggi atas dibangunnya PLTP oleh PT. Hitay Daya Energi. Akibatnya terjadi konflik yang cukup tinggi hingga berdampak kepada tiga orang di kriminalisasi saat itu. Selain kriminalisasi juga terjadi konflik sosial, dimana terbelahnya masyarakat akan pembangunan tersebut. Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh melihat dan mendengarkan kondisi yang terjadi di masyarakat.

Jika mengacu kepada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVII/2O2O yang diterjemahkan dalam UU No. 13 Tahun 2022 terkait memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation), Ranperda ini sangat jauh panggang dari api. Walaupun klaim yang diberikan Provinsi Sumatera Barat kepada Kementerian ATR/BPN terkait sudah terlaksana konsultasi publik minimal dua kali. Pertanyaannya apakah pernah konsultasi publik tersebut dilakukan kepada masyarakat Gunung Talang?. Jika ada, mungkin dengan keras masyarakat sekitaran Gunung Talang akan menolak penetapan rencapa PLTP Gunung Talang.

Atas kondisi tersebut, LBH Padang  meminta Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat untuk:

  1. Membuka akses informasi terkait dokumen yang berkaitan dengan RTRW 2023-2043
  2. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melibatkan masyarakat luas dan terdampak dalam melakukan penyusunan RTRW 2023-2043 yang tidak formalitas semata.
  3. Penyusunan Ranperda RTRW 2023-2043 harusnya mengikuti kaidah yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2022.