Lahan dan Ruang Hidup Di Caplok, Perwakilan Masyarakat Silabu Mengadu ke Komnas HAM Sumbar
Pasca aksi damai di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat, koalisi penyelamatan hutan mentawai bersama 2 (dua) orang perwakilan masyarakat Silabu Mentawai mengadu ke Komnas HAM Sumatera Barat pada 5 Januari 2022 lalu. Dua orang masyarakat menceritakan pemberian izin kepada Koperasi Minyak Atsiri Mentawai yang melanggar hak atas tanah dari 150 masyarakat. 150 orang warga desa Silabu yang lahanya masuk Dalam Areal Koperasi Minyak Atsiri menyatakan menolak lahanya untuk di ambil kayu nya dan di kelola menjadi kebun milik Koperasi. Oleh sebab itu, kami dari perwakilan masyarakat Silabu meminta pertolongan Komnas HAM Sumatera Barat.
Baca Juga : Tolak Izin PKKNK di Mentawai, Koalis Penyelamat Hutan Mentawai Lakukan Aksi di Kantor Dishut Sumbar
Dalam penuturannya, Heronimus ketua Forum Mahasiswa Mentawai menyampaikan, Bagi orang mentawai hutan dan alam bukan hanya sekedar kayu. Ornag mentawai memaknasi hutan adalah sumber penghidupan dan keberlanjutan hidup masyarakat Mentawai untuk biss menghidupi dan membiayai semua kebutuhan hidup keluarga baik untuk sehari hari dan juga untuk kebutuhan pendidikan serta tabungan masa depan. Bagi sikerei dan masyarakat adat, hutan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan kebudayaan masyarakat Mentawai, seperti ilmu pengobatan seni tradisi dan pohon pohon yang besar di fungsikan juga sebagai Kirakat ( Batu Nisan ) yang wajib dilindungi oleh negara karena termasuk pemenuhan hak atas budaya masyarakat adat Mentawai. Akibat tidak arif mengelola hutan mentawai sering terjadi bencana alam seperti banjir longsor serta banjir bandang yang tentunya menyulitkan kehidupan kami kedepannya.
Menurut Warik dari Perwakilan Koalisi Penyelamat Hutan Mentawai, kami ingin Komnas HAM mendesak penyelesaian kasus ini. Jangan sampai terlambat karena kayu tetap ditebang dan kami curiga koperasi hanya ingin mengambil kayu padahal kayu-kayu ditanam dan dijaga oleh masyarakat. Lokasi 1.500 Ha yang diberikan pada Koperasi ini merupakan hutan cadangan dari masyarakat Silabu.
Perwakilan koalisi, Diki Rafiqi menambahkan permasalahan ini bermula tidak pernah masyarakat dilibatkan partisipasinya tentunya hal ini tidak sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan dan melanggar prinsip Free Prior Informed Consent (persetujuan suka rela tanpa paksaan yang terinformasikan). Izin PKKNK ini tidak mempertimbangkan prinsip hukum lingkungan diantaranya prinsip keadilan antar generasi, prinsip keterpaduan antara perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan dan prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat . Dari fakta lapangan yang ditemukan, masyarakat di Desa Silabu Kecamatan Pagai Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai menolak lahirnya keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat tersebut (SK PKKNK). Konflik dilapangan muncul karena penolakan masyarakat atas pemanfaatan hutan berupa pemanfaatan kayu kegiatan non kehutanan untuk areal perkebunan tanaman minyak atsiri ini ujarnya.
Pengaduan ini langsung diterima oleh Kepala Perwakilan Komnas HAM Sumbar Bapak Sultanul Arifin dan akan memproses pengaduan masyarakat.
Memperingati Hari HAM Internasional, LBH Padang Terbitkan Zine Suara Rakyat Vol 1
Dalam rangka memperingati hari HAM Internasional pada 10 Desember lalu. LBH Padang terbitkan zine alternatif bernama Suara Rakyat Vol 1…
CLIMATE FEST | Pilah tu Piliah
Suara Rakyat – Lembaga Bantuan Padang (LBH) Padang bersama komunitas-komunitas kolektif di Kota Padang telah mengangkat suara anak muda dalam…
”Keterangan Ahli Forensik: Alm. Afif Maulana Mendapatkan Kekerasan Sebelum Meninggal”
Suara Rakyat – Senin, 25 November 2024 LBH Padang dan LBH AP Muhammadiyah selaku Kuasa Hukum Afrinaldi Ayah kandung dari…