"Dugaan Percobaan Pemerkosaan Dengan Kekerasan Terhadap Anak, Apa Peran Kepolisian?"

DUGAAN PERCOBAAN PEMERKOSAAN DENGAN KEKERASAN TERHADAP ANAK, APA PERAN KEPOLISIAN? Refleksi Penegakan Hukum Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rangkaian 16 HAKTP 2024

Suara Rakyat – Refleksi Penegakan Hukum Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rangkaian 16 HAKTP 2024.

Kondisi pilu anak perempuan sebut saja mawar (nama samaran) 16 tahun, dugaan percobaan pemerkosaan dengan kekerasan hingga potensi merenggut nyawa mawar terjadi pada 25 Juni 2024 di Tanah Datar, Sumatera Barat. Dugaan percobaan pemerkosaan ini terjadi pada sore hari saat korban ditinggal ibunya untuk membeli kue dan susu untuk korban yang sedang dalam keadaan demam, saat itu pintu depan rumah terkunci, namun dari arah belakang dapur muncul seorang laki-laki yang langsung menutup mulut korban ketika korban sedang mencoba mencharger hpnya, korban diseret kekamar dan pelaku menduduki tubuh korban, korban yang memberontak dipukul kepalanya oleh pelaku menggunakan setrika disana lebih dari tiga kali, korban terus melawan dan berhasil menarik diri dari pelaku dan berteriak minta tolong, setelah itu pelaku lari melalui pintu dapur.

Tak lama kemudian korban ditemukan oleh tetangga dalam keadaan menangis keras dan gemetaran. Setelah kejadian ibu korban langsung melaporkan kasus ini ke Polres Tanah Datar namun ketika diperjalanan tepat di depan polsek sungai tarap ibu korban di berhentikan oleh bhabinkamtibmas diminta untuk membuat laporan di polsek sungai tarab saja, setelah melapor keluarga tidak diberikan STTLP (surat tanda terima laporan polisi).

16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan : Sudah Saatnya Kita Mengambil Posisi​

Dalam ketidak pastian hukum dan kebingungan mengenai proses pelaporan di kepolisian serta upaya konfrontasi (mempertemukan korban dan pelaku) yang dilakukan oleh kepolisian akhirnya korban dan keluarga datang ke LBH Padang dan WCC Nurani perempuan pada Agustus 2024 untuk berkonsultasi mengenai kasus tersebut, kemudian LBH Padang dan WCC Nurani Perempuan melakukan advokasi kasus dengan menolak upaya konfrontasi dan mendorong untuk pelaporan kasus ini dibuatkan STTLP, barulah pada 17 Oktober 2024 ibu korban diminta datang oleh Kanit PPA Polres tanah datar untuk dibuatkan laporan ulang berupa Laporan polisi dengan nomor: LP/B/77/X/2024/SPKT/POLRES TANAH DATAR/POLDA SUMATERA BARAT. Dengan dugaan tindak pidana kejahatan perlindungan anak UU Nomor 35 tahun 2014 pasal 80. Terhitung dari upaya melaporkan ke kepolisian tanggal 25 Juni 2024 hingga sekarang kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.

Lambannya proses penegakan hukum akan berimplikasi pada rasa aman dan nyaman anak korban untuk menjalani kegiatan sehari-hari, dampak trauma pasca kejadian dan tidak adanya jaminan dan perlindungan yang pasti akan semakin memperburuk kondisi korban. Terlebih kepolisian sektor sungai tarab malah melakukan konfrontasi tentunya hal ini menjadi luka baru bagi korban yang ketika itu korban menangis gemetaran melihat dan berhadapan langsung dengan pelaku. Lambannya proses di kepolisian berakibat korban merasa was was dan ketakutan untuk keluar rumah hingga menghambat proses belajar disekolah, hingga kini pelaku masih berkeliaran di sekitar kampung tempat tinggal korban. Sedangkan dalam kasus Viral saja kepolisian mampu untuk mengusut dan menangkap pelaku dengan cepat. Namun dalam kasus lain yang tidak viral kepolisian malah memiliki sikap yang berbeda, Mau berapa korban lagi untuk kepolisian tanah datar sigap dalam melindungi masyarakat tampa tebang pilih?

Decthree Ranti Putri Advokat Publik LBH Padang menyebutkan empat bulan lamanya pasca mencoba membuat pengaduan, kepolisian baru mengeluarkan Surat Tanda Terima Laporan Polisi pada 17 oktober 2024 inipun didapat pasca LBH Padang menyurati kepolisian yang bersangkutan baru dikeluarkan STTLP, STTLP merupakan dokumen yang wajib dikeluarkan SPKT Kepolisian dalam menerima laporan mengenai tindak pidana, karna hanya dengan STTLP inilah menjadi pengikat aparat kepolisian untuk wajib menindaklanjuti laporan seseorang dengan melakukan serangkaian tindakan penyelidikan dan penyidikan hal ini tidak sesuai sebagaimana ketentuan Pasal 9 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian dalam hal ini merupakan perangkat Negara yang bertugas melindungi warga negara dari tindak pidana, jika dalam hal ini saja kepolisian enggan membuatkan STTLP, maka sangat jelas kepolisian tidak mau memenuhi tanggungjawabnya untuk melindungi masyarakatnya, hal ini sudah sangat jelas sekali merupakan bentuk Pelanggaran HAM.

DINILAI TIDAK MEMILIKI IZIN YANG CLEAR, STOCKPILE BATU BARA DI JALAN LINTAS PADANG-PAINAN MILIK CV. ALVA ELANG HARUS DITUTUP SELAMANYA

Rahmi Meri Yanti WCC Nurani Perempuan menyebutkan sebagai pendamping korban hanya ingin menyampaikan bahwa korban kekeraaan seksual sangat membutuhkan penanganan yang cepat dan juga dukungan yang sangat kuat karena dampak dari kekerasan seksual itu sangat serius, sehingga jika penanganan lambat maka akan berpengaruh kepada proses pemulihan korban karena merasa ketakutan karena pelaku masih berkeliaran disekitar korban.

Fenomena Gunung Es, kekerasan terhadap perempuan hanya sebagian kecil saja sampai dilakukan penegakan hukum di pengadilan, banyak kasus yang berguguran di kepolisian tidak ditindaklanjuti karena minimnya perspektif korban di Aparat Penegak Hukum, tidak sedikit juga kasus kasus kekerasan seksual terhadap anak malah diselesaikan dengan Restoratif Justice, hal ini sudah sangat melenceng dari perspektif HAM. Sebagaimana dalam Pasal 21 ayat (1) UU 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjelaskan “penyidik, penuntut umum, dan hakim yang menangani perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual harus memenuhi persyaratan memiliki integritas dan kompetensi tentang Penanganan perkara yang berperspektif hak asasi manusia dan Korban “.