TIDAK ADIL : SIDANG KODE ETIK PENYIKSAAN OLEH 6 APARAT POLRES TANAH DATAR

Penegakan Hukum atas penyiksaan yang dilakukan oleh 6 aparat Polres Tanah Datar terhadap Viora Andika yang ditangkap akibat kasus pencurian motor berlangsung penuh drama dan intrik. Keenam aparat polres tanah datar yang bernama Kusrianto, Febrizaldi, Irvan Tri Nanda, Putra Tambunan, Yoga Kurniawan dan Arnold J Sinaga hanya diputus Majelis Sidang Etik pada 14 Agustus 2021 lalu diberikan sanksi berupa permintaan maaf kepada institusi kepolisian dan kepada korban secara lisan. Serolah-olah hukum hanya ditampilkan keras kepada rakyat namun tumpul kepada anggota kepolisian yang melakukan penyiksaan.

Awalnya istri korban (Novita) melaporkan dugaan penyiksaan ke SPKT Polda Sumbar pada 17 Februari 2021 namun ditolak dengan alasan tidak bisa menghadirkan 2 alat bukti yang cukup untuk membuat laporan polisi. Padahal mencari alat bukti merupakan kewenangan dari kepolisian bukan korban. Sehingga bersama LBH Padang, istri korban melaporkan ke Propam Polda Sumbar sebagaimana dalam Surat tanda terima laporan Nomor : STPL/08/II/2021/Yanduan tertanggal 17 Februari 2021 di Kepolian Daerah Sumatera Barat. Kemudian Polda Propam Sumbar melakukan persidangan etik di Polres Tanah Datar pada 14 Agustus 2021.

Persidangan dilangsungkan oleh Komisi Kode Etik Polri (KKEP) diantaranya Ketua Komisi Etik terdiri dari Kompol Hamzah, Wakil Ketua AKP Marjomo Usman dan Anggota Komisi AKP Mira Eka Putra yang memeriksa 5 orang saksi diantaranya 2 orang saksi penjaga tahanan, saksi korban, saksi dari istri korban serta saksi dari tahanan. 2 orang penjaga tahanan membenarkan diruang persidangan melihat korban mengalami luka pada bagian wajah saat dihantarkan kedalam tahanan, saksi dari istri korban dan saksi tahanan juga sempat menyebutkan ketika korban ditemui dalam keadaan penuh luka-luka, namun KKEP tidak melanjutkan lagi pertanyaan mendalam terkait penyiksaan yang dialami korban. Ketika saksi ingin menjelaskan lebih lanjut soal penyiksaan malah dibatasi oleh Majelis Etik dengan mengatakan jawab saja apa yang saya tanyakan. 

Korban Viora Andika mengalami banyak luka disekujur tubuhnya ungkap saksi didepan persidangan yang mengobatinya saat pertama kali dimasukkan dalam tahanan, “wajah dan kepala sudah babak belur, badan dan punggung serta kaki penuh luka terkapar dan tidak mampu berdiri, saya kira dia sudah meninggal” saksi yang berada ditahanan menceritakan setelah selesai persidangan.

Banyaknya kejanggalan dalam Persidangan KKEP tersebut diantaranya :

  1. Tuntutan Penuntut oleh Ipda Anas Nasution yang dinilai tidak mewakili harapan dari Korban dan Keluarga. Keenam aparat Polres Tanah Datar hanya dituntut bersalah tidak menjalankan tugas secara professional, proporsional dan procedural sebagaimana Pasal 7 ayat (1) huruf c Perkapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara RI dan sanksi yang dimintakan hanya berupa permintaan maaf saja.
  2. Penghadiran alat bukti hanya berupa visum et repertum belaka padahal bisa dilihat dari CCTV di sekitar tempat kejadian yang tidak pernah diungkap dan ditelusuri untuk membuat terang benderang kejadian.
  3. Pemeriksaan saksi dan terlapor dalam sidang KKEP dinilai sangat jelas mencoba menutupi bagaimana kejadian penyiksaan yang terjadi, hanya memeriksa prosedural saat penangkapan saja.

Tindakan Penyiksaan yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum dalam melakukan pemeriksaan terhadap seseorang dengan cara memaksa untuk mendapatkan pengakuan diatur dalam Pasal 14 point e Perkapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara RI yang berbunyi :” setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebagaimana penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik dilarang melakukan pemeriksaan terhadap seseorang dengan cara memaksa untuk mendapatkan pengakuan”. Dalam realitanya tindakan penyiksaan oleh kepolisian terhadap tersangka terjadi agar tersangka memberikan pengakuan dalam proses pemeriksaan.

Korban dan keluarganya merasa sanksi berupa permintaan maaf saja tidak memenuhi rasa keadilan. Akibat penyiksaan yang dialami korban saat ini korban mengalami kesulitan menjalani aktifitas seperti biasanya dan juga mengeluhkan adanya gangguan pendengaran setelah kejadian penyiksaan yang dialaminya.

Atas Putusan yang tidak memberikan keadilan, korban dan keluarga telah menyatakan didepan persidangan keberatan dan menolak Putusan yang dijatuhkan, serta akan mencoba menempuh proses banding. Decthree Ranti Putri Kuasa Hukum korban dan saksi yang juga terlibat dalam pemantauan Persidangan Kode Etik menyampaikan kekecewaannya atas putusan, banyak kejanggalan yang terjadi dan sepertinya telah didesain sejak awal seperti itu. Drama ini seolah-olah menggambarkan ke publik hukum hanya tajam ke rakyat dan tumpul ke aparat kepolisian pelaku penyiksaan.