Suara Rakyat - Lembaga Bantuan Hukum Padang melakukan sengketa informasi...
Read MoreLembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang membuka posko pengaduan masalah Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan menjelang Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah yang diestimasi jatuh pada tanggal 13 hingga 14 Mei 2020. Kendati THR Keagamaan sudah menjadi hak normatif yang telah diatur oleh sejumlah peraturan perundang-undangan di Indonesia, namun dalam praktiknya belum serta merta menjamin seluruh pelaku usaha atau perusahaan memenuhi kewajibannya untuk membayarkan hak tersebut terhadap para buruh atau pekerjanya. Terlebih dalam situasi negara massih menghadapi pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), disusul dengan hadirnya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang juga berimplikasi terhadap kegiatan usaha, dikhawatirkan makin membuka celah bagi perusahaan untuk berkelit atau menjadi modus baru bagi “pengusaha nakal” untuk tidak melaksanakan kewajibannya membayarkan THR Keagamaan dimaksud.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (4) Permen Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tersebut, THR Keagamaan wajib dibayarkan oleh pengusaha paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan, dalam hal ini Hari Raya Idul Fitri. Sementara yang dimaksud dengan pekerja atau buruh ialah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Penting dipahami bahwa THR tidak hanya diberikan kepada pekerja/buruh yang telah memiliki masa kerja lebih dari satu tahun. Pekerja/buruh yang baru memiliki masa kerja satu bulan pun juga berhak mendapatkan THR oleh para Pengusaha, baik yang berstatus sebagai Pekerja Tetap (PKWTT) maupun Pekerja Kontrak (PKWT). Adapun ketentuan besaran THR Keagamaan yang penting untuk diperhatikan oleh pekerja atau buruh sebagaimana diatur Permennaker Nomor 6 Tahun 2016 antara lain :
Ihwal lainnya yang sama pentingnya untuk dipahami adalah, THR Keagamaan mesti diberikan dalam bentuk uang dengan ketentuan menggunakan mata uang rupiah Negara Republik Indonesia, hal mana digariskan dalam Pasal 6 Permennaker Nomor 6 Tahun 2016. Adapun pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan, berhak menerima THR Keagamaan.
Masa Pandemi, Pengusaha Tetap Wajib Membayarkan THR
Kendati Kemnaker menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. SE Pelaksanaan THR ini hanya ditujukan kepada para Gubernur di seluruh Indonesia dengan meminta Gubernur untuk memastikan perusahaan untuk membayarkan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hanya saja, dalam poin berikutnya pemerintah memberi “kelonggaran” bagi pengusaha yang benar-benar tidak mampu untuk membayar THR Keagamaan pada waktu yang ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan menawarkan solusi melalui dialog antara pengusaha dan pekerja/buruh (bipartit), yang dilakukan secara kekeluargaan dilandasi dengan laporan keuangan internal perusahaan yang transparan dan itikad baik untuk mencapai kesepakatan – tanpa mengurangi ataupun menghilangkan kewajiban pengusaha. Dengan beberapa substansi kesepakatan berupa teknis pembayaran termasuk waktu dan cara pengenaan denda keterlambatan pembayaran THR Keagamaan. Dengan kemudian perusahaan melaporkan kesepakatan dimaksud kepada Dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan setempat.
Walaupun demikian, masih sama dengan tahun sebelumnya LBH Padang tetap menyayangkan terbitnya SE dimaksud, sebab berpotensi merugikan pekerja/buruh karena SE tersebut justru mereduksi peran dan tanggung jawab pemerintah sendiri dalam perlindungan dan pemenuhan hak pekerja/buruh. Hal mana pekerja/buruh tidak berada dalam posisi yang seimbang atau setara dengan pengusaha selaku pemilik modal maupun dalam struktur perusahaan. Kendati SE dimaksud memuat poin yang menekankan pengusaha untuk menyampaikan laporan keuangan secara transparan dan itikad baik, tetap saja tindakan pemerintah yang cenderung lepas tangan dengan membiarkan terjadinya proses perundingan (bipartit) antara pengusaha dengan pekerja/buruh, dapat membuka kran kesewenang-wenangan bagi pengusaha (nakal).
Bagaimanapun, ketentuan perihal THR Keagamaan tetap mesti mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permennaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, yang memiliki kedudukan lebih tinggi secara hirarkis dan merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan, sehingga bagaimanapun SE mesti “tunduk” terhadap terhadap peraturan perundang-undangan diatasnya. Sehingga substansinya tidak sedikitpun mengurangi esensi ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah mengatur perihal THR Keagamaan.
THR Tidak Diberikan? Laporkan!!!
Diki Rafiqi, Staff Advokasi LBH Padang menyampaikan, “jika pekerja atau buruh yang tidak menerima hak THR nya, maka dapat mengadukan persoalan pelanggaran hak THR Keagamaan melalui link http://bit.ly/formthr
“Dalam mengajukan pengaduan, pekerja/buruh tidak perlu khawatir terhadap tekanan-tekanan perusahaan sebab Posko Pengaduan THR berkomitmen menjamin identitas dan data pengadu apabila dibutuhkan atau diminta. Selain itu, pekerja/buruh juga dapat melaporkan masalah THR Keagamaan secara langsung ke Dinas Ketenagakerjaan setempat, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi dan/atau Pos Komando (Posko) THR Keagamaan Tahun 2021 Provinsi Sumatera Barat”, lanjut Diki.
Selanjutnya, sehubungan dengan peluncuran Posko Online Pengaduan THR Keagamaan LBH Padang dan demi pemenuhan hak pekerja/buruh di Sumatera Barat, kami perlu menyampaikan:
Suara Rakyat - Lembaga Bantuan Hukum Padang melakukan sengketa informasi...
Read MoreLembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menganggap putusan Majelis Hakim Pengadilan...
Read MoreSuara Rakayat – LBH Padang melakukan monitoring atas temuan kerugian...
Read More